Sunday, 7 April 2013

#kuliah: Struktur Kota



            Kota menurut BPS merupakan suatu wilayah administratif setingkat desa/kelurahan yang memenuhi persyaratan tertentu dalam hal kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian, dan sejumlah fasilitas perkotaan, seperti jalan raya, sarana pendidikan formal, sarana kesehatan umum, dan sebagainya.[[1]] Menurut UU No 22/1999 tentang Otonomi Daerah, kawasan perkotaan adalah kawasan yang memiliki kegiatan utama non pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. [[2]] Adapun menurut Bintarto (1984), dari segi geografis kota diartikan sebagai sistem jaringan kehidupan yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata ekonomi yang heterogen dan bercorak materialistis.[[3]]  

Di tahun 2012, jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan telah mencapai 54 persen. Jika saat ini penduduk Indonesia sudah lebih dari 240 juta, berarti paling sedikit ada 129, 6 juta orang yang menyesaki kota.[[4]] Angka ini mencitrakan kota sebagai wilayah yang selalu padat penduduknya. Menurut Sensus Penduduk 2010, Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi yang paling padat penduduknya, yaitu sebesar 14.440 orang per km².[[5]] Kepadatan ini mengarah pada tingginya kegiatan ekonomi kota akibat besarnya permintaan dan keanekaragaman topografi penduduk. Konsekuensinya adalah penggunaan lahan kota yang didominasi untuk pembangunan permukiman, gedung-gedung perkantoran, pasar, jalan, dan fasilitas lainnya. Dari sini akan terbentuk pola spasial tertentu dan kerangka kota yang disebut struktur kota. 

Ada beberapa teori yang melandasi struktur ruang kota, yang paling dikenal adalah Teori Konsentris (Burgess, 1925), Teori Sektoral (Hoyt, 1939), dan Teori Pusat Berganda (Harris dan Ullman, 1945). Ketiga teori ini mengkaji bahwa kota memiliki pusat kota yang disebut Central Business District (CBD).[[6]]
Dalam teori konsentris, daerah pusat kegiatan merupakan pusat kegiatan sosial, ekonomi, budaya dan politik dalam sesuatu kota sehingga pada zona ini terdapat bangunan utama untuk kegiatan sosial ekonomi budaya dan politik. Rute-rute transportasi dari segala penjuru memusat ke zona ini sehingga zona ini merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi (The Area of Dominance). [6]
Menurut teori sektoral, kunci  terhadap  peletakan  sektor  ini  terlihat  pada  lokasi  High  Quality Area.  Kecenderungan  penduduk  untuk  bertempat  tinggal  adalah  daerah-daerah  yang dianggap  nyaman  dalam  arti  yang  luas. Nyaman  dapat  diartikan  dengan  kemudahan-kemudahan  terhadap  fasilitas,  kondisi  lingkungan  baik  alami maupun  non  alami  yang bersih  dari  polusi  baik  fisikal maupun  non  fisikal,  prestise  yang  tinggi  karena  dekat dengan tempat tinggal orang-orang terpandang dan sebagainya. [6]

Teori inti berganda (pusat kegiatan banyak) menggambarkan bahwa kota-kota besar akan mempunyai struktur yang terbentuk atas  sel-sel, dimana penggunaan  lahan yang berbeda-beda akan berkembang disekitar  titik-titik pertumbuhan atau Nuclei didalam daerah perkotaan. [6]
 
Teori lainnya yang mendasari struktur ruang kota adalah Teori Ketinggian Bangunan(Bergel, 1955), Teori Konsektoral (Griffin dan Ford, 1980), Teori Historis (Alonso, 1964), dan Teori Poros (Babcock, 1960). Teori ketinggian menyebutkan bahwa bangunan semakin tinggi aksesibilitas suatu ruang maka ruang tersebut akan ditempati oleh fungsi yang paling kuat ekonominya. Adapun teori konsentoral menyebutkan bahwa di daerah-daerah pinggiran masih banyak tempat yang digunakan untuk kegiatan ekonomi, antara lain pasar lokal, daerah-daerah pertokoan untuk golongan ekonomi lemah dan sebagian lain dipergunakan untuk tempat tinggal sementara para imigran. Kota-kota dengan struktur konsektoral dapat ditemui di Amerika Latin. Sedang menurut teori historis, CBD merupakan pusat segala fasilitas kota dan merupakan daerah dengan daya tarik tersendiri dan aksesibilitas yang tinggi. Teori poros menitikberatkan pada peranan transportasi dalam mempengaruhi struktur keruangan kota, sepanjang poros transportasi akan mengalami perkembangan lebih besar dibanding zona di antaranya.[[7]]

Struktur kota di Indonesia sebagian besar merupakan kota yang memiliki banyak pusat kegiatan ekonomi. Hal ini sesuai dengan teori inti berganda dimana pusat kota yang letaknya relatif di tengah-tengah sel-sel lainnya dan berfungsi sebagai salah satu “growing points”. Zona ini menampung sebagian besar kegiatan kota, berupa pusat fasilitas transportasi dan di dalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan, seperti “retailing” distrik khusus perbankan, teater dan lain-lain.[6] Namun, ada perbedaan dengan dua teori yang disebutkan di atas, yaitu bahwa pada Teori Pusat Berganda terdapat banyak CBD dan letaknya tidak persis di tengah kota dan tidak selalu berbentuk bundar. Fenomena ini dapat dilihat di Kota Jakarta dimana distrik pusat kegiatan tersebar merata. -rt



[2] UU No. 22/1999 tentang Pemerintah Daerah http://ditjenpp.kemenkumham.go.id 17 Maret 2013 21:13 WIB
[3] Bintarto, R. 1984. Interaksi Desa – Kota dan Permasalahannya. Jakarta. Ghalia Indonesia.
[4] “Penduduk kota” http://nasional.kompas.com diakses pada 17 Maret 2013 20:46 WIB
[5] Hasil Sensus Penduduk 2010. BPS. http://www.bps.go.id/65tahun/SP2010_agregat_data_perProvinsi.pdf Diakses pada 17 Maret 2013 21:16 WIB
[6] Yunus, Hadi. 2002. Struktur Tata Ruang Kota. Penerbit Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
[7] Anjani, Eny dan Haryanto, Tri. 2009. Geografi. Pusat Perbukuan Depdiknas

0 comments:

Post a Comment